Berkedok Infaq, Kepala MTs Negeri 2 Keling Diduga Lakukan Pungli Massal: Rp 649 Juta Terkumpul dari Rakyat Kecil!

JEPARA- pertapakendeng.com, Skandal baru kembali mencoreng dunia pendidikan, kali ini Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 (dua) Keling, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, menjadi obyek sorotan kamera tim investigasi awak media. Kepala madrasah Mts Negeri ini memberlakukan pungutan berkedok infak kepada seluruh peserta didik yang berjumlah 902 anak, dengan nominal Rp 720.000 per tahun tiap siswa.

Dalih yang digunakan pihak sekolah adalah bahwa pungutan tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama antara Komite Sekolah dan orang tua wali murid dalam rapat. Namun, praktik ini memunculkan tanda tanya besar: apakah infaq tersebut benar-benar sukarela, atau justru sebuah paksaan terselubung?

Lalu bagaimana makna program pemerintah wajib belajar sembilan tahun itu?

Seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tukang batu tanpa penghasilan tetap menyampaikan keluhannya Kepada awak media. Ia merasa dibebani dengan pungutan sebesar Rp 720.000 per tahun. Padahal menurutnya, sekolah negeri semestinya gratis sesuai program Wajib Belajar 9 Tahun yang dibiayai negara.

“Katanya sekolah negeri gratis, tapi kami disuruh bayar. Ini bukan infak, tapi kewajiban yang dibungkus rapat komite!”

 ungkapnya geram.

Dalih Rapat Komite, Tapi Langgar Undang-Undang

Pungutan dengan nominal tetap, meskipun disepakati dalam rapat komite, tetap bertentangan dengan berbagai peraturan, termasuk:

  • UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 34 ayat (2): menyatakan bahwa pendidikan dasar wajib bebas biaya.
  • Permendikbud No. 75 Tahun 2016 Pasal 10: melarang komite sekolah memungut dana wajib dari wali murid.

Meskipun MTsN secara institusi berada di bawah Kementerian Agama, regulasi yang berlaku tak jauh berbeda dengan sekolah yang berada di bawah kementerian pendidikan Nasional. Berdasarkan PMA No. 16 Tahun 2020, sumbangan rutin hanya bisa dilakukan oleh madrasah swasta, bukan negeri yang telah menerima dana BOS. Selain dana BOS, Mts N juga ada dana Afirmasi dan DAK. Masih kurang apalagi?

  • Bukan Sukarela Jika Ada Nominal Tetap dan Rutin
  • Dalam praktiknya, pungutan di MTsN 2 Keling dilakukan secara sistematis:
  • Nominal tetap: Rp 60.000 per bulan atau Rp 720.000 per tahun.
  • Diterapkan kepada seluruh siswa: total siswa 902 orang (kelas VII: 285, VIII: 309, IX: 308).
  • Total uang terkumpul: mencapai Rp 649.440.000.

Fakta ini menunjukkan bahwa pungutan tersebut bukanlah sumbangan sukarela, melainkan kewajiban terselubung yang membebani wali murid dari kalangan ekonomi lemah.

Potensi Jerat Hukum bagi Kepala MTsN 2 Keling:

  • UU Tipikor Pasal 12 huruf e: penjara 4–20 tahun, denda hingga Rp 1 miliar.
  • KUHP Pasal 368 tentang Pemerasan: penjara hingga 9 tahun.
  • Tuntutan dan Desakan kepada Kemenag dan Aparat Penegak Hukum.

Masyarakat dan wali murid mendesak Kepala Kantor Kementerian Agama Jepara, H. Akhsan Muhyiddin, S.E., M.M, untuk segera mencopot Sisnodo dari jabatan Kepala MTsN 2 Keling. Selain itu, agar dibentuk tim investigasi independen untuk membongkar praktik dugaan pungli ini.

Kejaksaan Negeri Jepara juga didesak turun tangan membongkar kemungkinan penyalahgunaan dana publik yang dibungkus label keagamaan.

Lapor Dugaan Pungli:

Jika Anda merasa dirugikan, laporkan segera ke:

  1. Saber Pungli: https://saberpungli.id
  2. Ombudsman RI: https://www.ombudsman.go.id/pengaduan

Pesan kepada Presiden Prabowo: Jika janji pemberantasan korupsi adalah prioritas nasional, maka penindakan tegas terhadap oknum di dunia pendidikan seperti ini harus menjadi contoh nyata. Jangan biarkan rakyat kecil menjadi korban atas nama ‘kesepakatan’ dan ‘infaq’ yang dipaksakan.

Secara logika, anak di bawah umur diwajibkan infaq, sementara mereka masih anak sekolah yang belum menghasilkan apapun, lalu mereka dapat uang dari mana?

Sekolah negeri harus menjadi pelita harapan, bukan ladang pungli terselubung.

Peliput : Petrus

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html