Kemiskinan Turun, DTKS Meningkat: Fenomena atau Anomali?

JEPARA-, 4 Maret 2025 –Fenomena yang terjadi di Kabupaten Jepara saat ini mengundang perhatian publik. Di satu sisi, angka kemiskinan mengalami penurunan, namun jumlah warga yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) justru meningkat.

Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah kemiskinan benar-benar menurun, ataukah ada faktor lain yang menyebabkan bertambahnya jumlah penerima bantuan sosial?

Menanggapi hal ini, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jepara, Isnaini, memberikan klarifikasi terkait perbedaan metode pengukuran angka kemiskinan dan data DTKS.

Bagaimana BPS Mengukur Kemiskinan?

Menurut Isnaini, penghitungan angka kemiskinan oleh BPS mengacu pada beberapa teori ekonomi dan sosial, antara lain:

Teori Kemiskinan Absolut (Rowntree, 1901), yang mengukur kemiskinan berdasarkan kebutuhan dasar minimum.

Teori Kemiskinan Relatif (Townsend, 1979), yang mempertimbangkan kesenjangan sosial di masyarakat.

Teori Kemiskinan Struktural (Lewis, 1959), yang melihat faktor-faktor struktural yang menyebabkan kemiskinan.

Teori Kemiskinan Kapabilitas (Sen, 1981), yang menilai kemiskinan berdasarkan kemampuan individu untuk mengakses kebutuhan dasar dan peluang ekonomi.

Dalam praktiknya, BPS menggunakan konsep Garis Kemiskinan sebagai acuan, yaitu batas minimum pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, sandang, dan papan. Jika seseorang tidak mampu memenuhi 2.100 kilokalori per kapita per hari, maka ia dikategorikan sebagai miskin.

BPS juga menggunakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan setiap Maret dan September untuk mengukur tingkat kemiskinan dengan memperhitungkan inflasi. Garis kemiskinan di Jepara mengalami kenaikan dari Rp 442.618,- pada 2022 menjadi Rp 503.832,- per kapita/bulan pada 2024, menunjukkan adanya peningkatan standar ekonomi yang digunakan sebagai acuan.

*Mengapa DTKS Tetap Meningkat?*

Di sisi lain, DTKS merupakan basis data utama pemerintah dalam penyaluran bantuan sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Data ini diperbarui secara berkala melalui pendataan desa, verifikasi Dinas Sosial, dan pengolahan oleh Kementerian Sosial.

Meski angka kemiskinan menurun, jumlah penerima DTKS justru meningkat karena beberapa faktor:

1. Mindset Masyarakat yang Enggan Keluar dari DTKS

Banyak warga yang sudah tidak lagi tergolong miskin tetapi tetap ingin terdaftar dalam DTKS untuk terus menerima bantuan sosial.

2. Sistem Verifikasi dan Validasi yang Belum Optimal

Masih terdapat keterlambatan dalam pembaruan data, sehingga banyak nama lama yang belum dihapus meskipun kondisi ekonomi mereka telah membaik.

3. Perluasan Program Bantuan Sosial oleh Pemerintah

Sejak pandemi Covid-19, pemerintah memperluas cakupan penerima bantuan sosial, termasuk kelompok masyarakat rentan yang belum tentu masuk kategori miskin.

4. Dampak Inflasi dan Kesenjangan Sosial

Meskipun kemiskinan berkurang secara statistik, kondisi ekonomi masyarakat yang masih rentan membuat mereka tetap membutuhkan bantuan sosial.

Verifikasi dan Validasi DTKS Melalui Ground Check

Untuk memastikan data tetap akurat, Kementerian Sosial akan melakukan verifikasi dan validasi melalui Ground Check Lapangan pada Maret 2025. Dalam kegiatan ini, Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) akan memutakhirkan data DTSEN (Data Tinggal Sosial Ekonomi Nasional) dengan mengecek kembali status penerima manfaat.

Kepala BPS Jepara, Isnaini, menegaskan bahwa keakuratan data sangat bergantung pada kejujuran masyarakat dalam proses validasi DTSEN. Ia berharap masyarakat dapat memberikan informasi yang benar agar bantuan sosial tersalurkan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. 

"Mari bersama-sama membangun sistem yang lebih adil dan transparan demi kesejahteraan kita semua," pungkasnya.

Kesimpulan

Perbedaan metode pengukuran antara angka kemiskinan dan jumlah penerima DTKS menunjukkan bahwa penurunan kemiskinan tidak selalu berbanding lurus dengan berkurangnya jumlah penerima bantuan sosial. Faktor sosial, ekonomi, dan kebijakan pemerintah berperan dalam dinamika ini.

Dengan adanya Ground Check Lapangan oleh Kemensos, diharapkan validasi data bisa lebih optimal sehingga bantuan benar-benar diberikan kepada yang berhak. Apakah validasi ini akan berhasil? Hanya waktu yang bisa menjawab.

Petrus edan

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html