Jahitan Lepas, Luka Bernanah: Dugaan Malpraktik RSUD Kartini Kian Terungkap

JEPARA– Dikutip dari pemberitaan Global7.id edisi Maret 13, 2025 dan Maret 20, 2025 , Dugaan malpraktik kembali mencoreng RSUD Kartini Jepara setelah Rehan Aditya Febriansyah (16), pasien operasi usus buntu, mengalami luka bernanah akibat jahitan yang seluruhnya terlepas hanya dalam hitungan hari pascaoperasi. Keluarga menuding adanya kelalaian medis, sementara pihak rumah sakit membantah dan mencoba menghindari tanggung jawab.

Jahitan Putus, Luka Memburuk, Rawat Inap Ditolak

Rehan menjalani operasi usus buntu pada 8 Februari 2025 di RSUD Kartini dan dirawat selama empat hari sebelum dipulangkan. Namun, tak lama setelah kembali ke rumah, jahitan operasinya lepas, menyebabkan luka terbuka dan infeksi parah. Saat keluarga kembali ke rumah sakit untuk meminta rawat inap, dokter menolak dengan alasan pasien masih bisa buang air dan kentut—sebuah dalih yang dianggap tidak manusiawi.

Khawatir kondisinya semakin buruk, keluarga membawa Rehan ke Rumah Sakit Islam Jepara. Dokter di sana menyatakan bahwa operasi pertama gagal dan harus dilakukan tindakan ulang secepatnya. Ironisnya, karena kasus ini dianggap sebagai tindakan baru, BPJS tidak menanggung biaya operasi kedua, memaksa keluarga membayar sendiri sebesar Rp 6.648.900,-.

RSUD Kartini Datang Bawa Parsel, Bukan Pertanggungjawaban

Alih-alih memberikan solusi dan pertanggungjawaban, pada 19 Maret 2025, delapan perwakilan RSUD Kartini mendatangi rumah pasien hanya untuk membawa parsel. Mereka mengklaim tidak ada malpraktik dan menyebut kondisi pasien sudah membaik—pernyataan yang bertolak belakang dengan kenyataan di lapangan.

Keluarga pasien menolak sikap ini dan menegaskan bahwa mereka tidak butuh parsel, tetapi keadilan dan tanggung jawab dari pihak rumah sakit.

RSUD Kartini Berkelit, Bukti Lapangan Berbicara

Wakil Direktur Pelayanan RSUD Kartini, Dino Amirudin, mengklaim bahwa kondisi pasien merupakan komplikasi biasa yang bisa terjadi pada siapa saja. Namun, rekaman yang diperoleh Global7.id menunjukkan bahwa keluarga sudah meminta rawat inap menggunakan BPJS, tetapi dokter menolak dengan alasan administratif yang tidak jelas.

Lebih mencurigakan, RSUD Kartini baru menanggapi permintaan konfirmasi media setelah empat hari, padahal Global7.id telah mengirim permintaan sejak 8 Maret 2025.

RSUD Kartini Membantah, Publik Meragukan

Hasil konfirmasi yang di sampaikan oleh awak media pertapakendeng.com Direktur RSUD R.A. Kartini Jepara, dr. Tri Iriantiwi, menanggapi pemberitaan ini dengan menyatakan bahwa berita yang beredar bukanlah produk jurnalistik, melainkan hanya opini pribadi penulis karena tidak melalui konfirmasi dengan pihak rumah sakit.

"Berita ini dipublikasikan tanpa konfirmasi dengan RSUD R.A. Kartini, jadi hanya opini pribadi, bukan produk jurnalistik," ujarnya, membalas konfirmasi yang disampaikan pertapakendeng.com. melalui pesan WhatsApp.

RSUD Kartini tetap bersikukuh bahwa kasus ini bukan malpraktik, melainkan komplikasi medis yang bisa terjadi pada siapa saja. Hingga saat ini, belum ada langkah konkret yang diumumkan rumah sakit untuk menyelesaikan kasus ini atau mencegah kejadian serupa di masa depan.

Transparansi Dipertanyakan, Masyarakat Menuntut Tanggung Jawab

Kasus ini menyoroti lemahnya perlindungan pasien serta ketimpangan sistem kesehatan, di mana regulasi BPJS lebih mengutamakan birokrasi daripada keselamatan nyawa. Jika luka bernanah, jahitan lepas, dan penolakan rawat inap dianggap sebagai hal biasa, siapa yang bisa menjamin tidak akan ada korban berikutnya?

Masyarakat Jepara kini menuntut RSUD Kartini untuk bertanggung jawab secara profesional dan transparan. Apakah kasus ini akan terus berlarut tanpa penyelesaian yang adil, atau akhirnya rumah sakit akan mengakui kelalaiannya dan memperbaiki sistem pelayanan medisnya? Publik menunggu jawaban.

Peliput : Petrus

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html