Kades Tanjungrejo: Mereka itu Main Hakim Sendiri, Saya dan Mamik Itu Sama-sama Jomblo, Apa Salahnya?
PATI- Kades Tanjungrejo menyayangkan tindakan warganya yang menuding dirinya telah berbuat asusila dan menjalin hubungan gelap dengan Mamik, perempuan yang bakal dinikahinya usai masa Iddah dengan mantan istrinya berakhir, yakni berdasar putusan gugatan cerai dari pengadilan agama Pati tanggal 31 Desember 2024 lalu, dengan akta cerai No. 2284/Pdt.G/2024/PA.Pt.
"Sebagian dari isi pemberitaan itu ada yang benar, namun sebagian kurang benar, karena, saat peristiwa itu terjadi, status (cerai hidup) saya sudah ada putusan dari Pengadilan Agama Pati," ujar Sukanto, Kepala Desa Tanjungrejo, Kecamatan Margoyoso di kediamannya, Sabtu (08/02).
Sukanto menyebut, bahwa perempuan yang bersamanya pada peristiwa 17 Januari 2025 adalah istri yang telah dinikahinya secara agama (Siri), dengan diketahui oleh kedua orang tua perempuan serta kedua keluarga Sukanto. Sehingga, tuduhan hubungan gelap tanpa status yang mengarah padanya dianggap tidak benar.
"Karena putusan gugatan cerai dari pengadilan agama adalah tanggal 31 Desember 2024, tentunya saya harus menunggu masa Iddah terlebih dahulu, sehingga pelaksanaan pernikahan secara tercatat dengan pasangan berikutnya belum bisa dilakukan, dari kedua keluarga akhirnya bersepakat untuk dilangsungkan pernikahan yang sah menurut agama kami, dan hal itupun juga direstui oleh kedua keluarga sambil menunggu masa iddah selesai", jelas Sukanto.
Kepala Desa Tanjungrejo juga menyebut kalau semua berkas dan legalitas atas hubungan serta hasil putusan cerai dari Kantor Pengadilan Agama Pati sudah ia serahkan kepada Camat Margoyoso. Hal ini untuk menunjukkan bahwa, sangkaan dan tuduhan dari warganya tersebut tidak semuanya benar.
"Pada saat peristiwa, sebenernya istri saya ingin mengambil dokumen dan berkas-berkas, namun karena kondisi yang sudah tidak stabil maka kalaupun saya tunjukan pada saat itu juga ya percuma, saya berfikir lebih baik akan saya tunjukkan di saat suasana sudah tenang, apalagi itu semua adalah bagian dari warga saya sendiri", ujar Sukanto sambil menunjukkan hasil putusan cerai dari Kantor Pengadilan Agama Pati, dan identitas KTP yang statusnya (kawin) sudah berganti (menjadi cerai hidup).
Sementara untuk status perempuan yang Ia nikahi tersebut adalah seorang perempuan yang tidak bersuami (cerai hidup). Sehingga, hubungan antara keduanya, Sukanto menilai tidak bisa dianggap hubungan tanpa status, karena status keduanya sudah jelas, yaitu sama-sama tidak dalam ikatan perkawinan dengan pasangan lainnya.
Menanggapi soal tuntutan warga tentang dirinya harus mundur dari jabatannya, Kapala Desa Tanjungrejo juga menyebut kalau dirinya semasa menjabat, seluruh pekerjaan dan hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan tidak pernah ada kendala dan semuanya telah berjalan dengan lancar. Baik hal itu tentang penyaluran program kesejahteraan masyarakat, sosial, infrastruktur maupun tentang pelayanan masyarakat. Bahkan, dirinya menyebut bahwa seluruh tugas pokok dan tanggungjawab ,serta fungsi kepala desa telah dijalankan sesuai prosedur perundang-undangan.
"Ya, semua ada proses maupun tahapan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Karena, pemberhentian kepala desa itu apabila memenuhi unsur-unsur tertentu. Tidak bisa dipaksakan, terlebih hal ini disinyalir penuh muatan politik dan kepentingan beberapa kelompok saja," tandasnya.
Untuk diketahui, Pemberhentian kepala desa yang masih aktif dalam masa jabatannya, namun terbukti melakukan tindak pidana, maka ia diberhentikan sementara oleh Bupati/Walikota setelah dinyatakan sebagai terdakwa yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun berdasarkan register perkara di pengadilan.
Selain itu, kepala desa juga diberhentikan sementara oleh bupati/walikota setelah ia ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi, terorisme, makar, dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara. Ini berarti, kepala desa diberhentikan sementara setelah dinyatakan sebagai terdakwa atau tersangka (untuk tindak pidana tertentu).
Hal ini juga dapat terlihat dari ketentuan mengenai pemberhentian kepala desa. Pasal 40 ayat (2) UU Desa mengatur bahwa Kepala Desa diberhentikan karena: (a) berakhir masa jabatannya, (b) tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan, (c) tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Kepala Desa; atau, (d) melanggar larangan sebagai Kepala Desa.
Hal serupa juga diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (“PP Desa”) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yakni kepala desa diberhentikan karena dinyatakan sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(Ruslan)
0 Komentar