Kades Sukanto Tanggapi Isyue Upaya Warga Yang Bermaksud Lengserkan Jabatan Kades Desa Tanjungrejo

PATI- 11/2/2025, Sukanto Kepala Desa Tanjungrejo, Kecamatan Margoyoso, yang sempat viral di media sosial dan menjadi trending topik di berbagai kanal pemberitaan media, akhirnya memberikan tanggapan dan menyampaikan hak jawabnya.


Hal ini menyusul Isyue Upaya Warga yanh bermaksud melengserkan dirinya dari jabatan sebagai seorang kepala desa, Desa Tanjungrejo. Sukanto menyebut bahwa poin-poin yang menjadi tuntutan warga atas peristiwa tanggal 17 Januari 2025, tidak ada satupun klausul poin yang memberikan hak-haknya sebagai pejabat pemerintah (kepala desa) yang dipilih langsung oleh rakyat pada saat awal dirinya menjabat (proses Pilkades). 

"Kalaupun tindakan dan perbuatan ini dianggap keliru (status hubungan nikah siri) tolong ditunjukkan dulu pada bagian dan tahapan mana yang menurut warga ini keliru, sehingga kami bisa melakukan evaluasi dan persiapan diri", ujar Sukanto usai memberikan keterangan di Kantor Inspektorat Daerah Kabupaten Pati, Senin (10/02). 

Pada kesempatan itu, Sukanto juga menyampaikan bahwa dirinya tidak pernah menulis surat pernyataan sebagaimana Isyue yang saat ini sedang ramai menjadi perbincangan. Akan tetapi, dalam kondisi tekanan beberapa kelompok, dan menurutnya hal itu dapat menjadikan suasana kondusif.

"Karena menurut saya hal itu dapat menjadikan suasana kondusif, maka setelah disodorkan selembar kertas lalu saya disuruh tanda tangan ya saya tandatangani, dan status saya dalam surat tersebut adalah sebagai saksi, bukan pengunduran diri", terang Sukanto.

Dirinya tidak pernah merasa membuat surat pernyataan untuk mengundurkan diri.

"Justru, sebagai seorang pamong desa, saya telah dihakimi secara sepihak tanpa memperhatikan azas kemanusiaan yang adil dan beradab, bahkan saya ini diperlakukan layaknya seorang penjahat yang sedang tertangkap",  kata Sukanto. 

Meski demikian, Sukanto menilai bahwa segala kritikan, saran ataupun segala bentuk aspirasi masyarakat tetap ia terima. Hal ini sebagai proteksi dalam dirinya untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum perundang-undangan. 

Kades Sukanto juga memaklumi bahwa suhu politik di desanya masih belum stabil. Dirinya justru sangat menghargai hal itu, namun dia berharap kepada masyarakat agar tetap menjunjung tinggi nilai marwah etika, asas kemanusiaan, dan tetap selalu berpegang teguh pada prinsip Pancasila dan UUD 1945.

Pada kesempatan itu, Sukanto juga menyampaikan, bahwa klausul tuntutan di angka 5, menurutnya cukup berlebihan dan penuh muatan politis. Pasalnya, secara terang-terangan dituliskan dalam kalimatnya agar seluruh tugas-tugas kepala desa serta jabatan Pj. supaya diserahkan kepada salah seorang perangkat desa. 

Hal ini menurut Sukanto tidak tepat, karena, pengangkatan Pj. maupun PAW Kepala Desa adalah berdasarkan SK dari Bupati. Hal ini sesuai dengan dasar hukum pengangkatan Penjabat Kepala Desa (Pj. Kades) adalah Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. 

Adapun Pj. Kades adalah pejabat sementara yang melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan hak Kepala Desa. Selain itu, Pj Kades juga dapat diangkat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014. Peraturan ini mengatur tentang Penjabat Kepala Desa Persiapan (PJKD) yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Sementara di dalam Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Pati yang mengatur tentang kepala desa (kades) adalah Perbup Pati Nomor 88 Tahun 2020. Perbup ini mengatur tentang pelaksanaan pemilihan kepala desa. Perbup Pati Nomor 88 Tahun 2020 ini telah diubah dengan Perbup Pati Nomor 16 Tahun 2021. Perubahan ini mencakup penambahan pasal tentang kewajiban panitia pemilihan. Selain Perbup Pati Nomor 88 Tahun 2020 dan Perbup Pati Nomor 16 Tahun 2021, ada juga Perbup Pati lainnya yang mengatur tentang kepala desa, yaitu adalah Perbup Pati Nomor 79 Tahun 2020 untuk tahun pemilihan kades masa bakti 2021 sampai 2027, dan tambahan jabatan 2 tahun jadi sampai tahun 2029. 

"Terlepas dari kontroversi apapun, saya tetap menganggap bahwa dinamika politik di desa kami masih cukup kental, sehingga, dari kejadian ini, kami masih menganggap sesuatu hal yang lumrah, semoga keadilan dapat ditegakkan seadil-adilnya tanpa ada muatan kepentingan golongan tertentu, sehingga, persoalan yang sebenarnya dapat diselesaikan dengan cara duduk bersama tidak harus melebar dan keluar dari konteks persoalan", tandasnya. 

Untuk diketahui, berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), nikah siri dinyatakan sah apabila telah memenuhi syarat dan rukun nikah, tetapi haram jika terdapat mudarat. Kemudian, MUI juga menyatakan bahwa nikah yang dilakukan dengan sejumlah syarat dan hukum nikah siri tersebut harus dicatatkan secara resmi pada instansi berwenang sebagai langkah ayat (1) UU Perkawinan telah menerangkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dilanjutkan dalam Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan, tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku. 

(Ruslan)

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html