Oknum Kolonel TNI Dilaporkan ke Polisi Atas Dugaan Penipuan Mencapai 13,9 Miliar Rupiah

SEMARANG- 13 November 2024 - Farid Aswin, pemilik PT. Energie Qualita Nusantara, resmi melaporkan Bob Jamal, pemilik PT. Mitra Kartika Nuswantara dan seorang oknum TNI berpangkat Kolonel Infanteri Haris Panca, ke Polres Metro Jakarta Timur atas dugaan penipuan dan penggelapan dalam transaksi bisnis beras. Laporan ini dilayangkan setelah Farid merasa dirugikan hingga Rp13,9 miliar akibat ketidakjelasan pembayaran atas pengiriman beras yang dilakukan sejak Agustus 2022.

Kronologi Kasus:

Kasus ini bermula dari kesepakatan kerja sama bisnis beras antara kedua belah pihak. Farid mengaku telah mengirimkan beras senilai Rp13,9 miliar kepada Bob Jamal, namun hingga November 2024, pembayaran yang dijanjikan tak kunjung diterima. Seiring berjalannya waktu, Bob Jamal justru sulit dihubungi dan seolah menghilang, meninggalkan Farid tanpa kepastian atas dana yang telah dikeluarkan. 

"Kami sudah menunggu selama hampir dua tahun, dan tidak ada itikad baik dari pihak Bob Jamal untuk menyelesaikan kewajiban pembayaran. Langkah hukum ini terpaksa kami ambil demi melindungi hak-hak kami," ungkap Farid kepada media. 

Farid menambahkan bahwa pihaknya telah berupaya menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dan melalui mediasi, namun tidak membuahkan hasil. Laporan polisi pun menjadi pilihan terakhir untuk mendapatkan penanganan yang lebih tegas.

Langkah Hukum dan Investigasi:

Kasus ini sebelumnya telah dalam tahap penyelidikan oleh kepolisian Polres Metro Jakarta Timur melalui Laporan Polisi nomor : LP/B/2425/X/2022/SPKT/Polres Metro Jakarta Timur/Polda Metro Jaya, tanggal 31 Oktober 2022. 

Farid berharap aparat penegak hukum dapat menangani kasus ini dengan serius agar pelaku yang diduga melakukan penipuan dapat segera mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Tanggapan Kuasa Hukum:

Adv. Sugiyono, SE, SH, MH, selaku Kuasa Hukum Farid Aswin, menyatakan kekecewaan atas lambatnya penanganan kasus ini selama hampir dua tahun. Ia mempertanyakan alasan di balik lambannya proses penyelesaian kasus ini, yang melibatkan nilai kerugian yang cukup besar. Statement ini disampaikan oleh Sugiyono SE SH MH di ruang kerjanya dibilangan Gunungpati Semarang.

“Kami bersama tim kuasa hukum, tengah mempelajari secara detail dan seksama, untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam penanganan kasus ini, tentunya dibutuhkan kecermatan dan data-data yang up date, dalam waktu dekat ini kami akan melangkah agar kasus ini bisa terbuka, tentunya kami mohon dukungan dari rekan-rekan awak media untuk ikut mengawal kasus ini,” ucap Adv. Sugiyono. 

Sugiyono berencana untuk melakukan komunikasi dengan pihak Polres Metro Jakarta Timur, Polda Metro Jaya, Mabes Polri, dan bahkan Mabesad TNI AD untuk memperjuangkan transparansi dan percepatan penanganan kasus ini.

Sugiyono. SE.SH.MH pun menyampaikan bahwa selain #No Viral No Justice Hukum itu jangan tajam ke bawah dan tumpul ke atas Hukum: Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas? Sebuah Refleksi Keadilan di Indonesia

Ungkapan "hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas" telah lama menjadi kritik tajam terhadap sistem peradilan di Indonesia. Ungkapan ini merefleksikan persepsi publik bahwa hukum seringkali lebih efektif menjerat warga biasa, sementara pelaku tindak pidana yang memiliki kekuasaan atau pengaruh lebih mudah lolos dari jerat hukum. Persepsi ini menimbulkan ketidak percayaan publik terhadap penegakan hukum dan mengikis rasa keadilan di masyarakat.

Kasus-kasus yang melibatkan pejabat publik, pengusaha besar, atau tokoh berpengaruh seringkali menunjukkan proses hukum yang berbelit-belit, lamban, dan bahkan berakhir dengan impunitas. Sementara itu, warga biasa yang terlibat dalam pelanggaran hukum, meskipun ringan, seringkali menghadapi proses hukum yang lebih cepat dan tegas. Ketimpangan ini memperkuat anggapan bahwa hukum di Indonesia tidak berjalan adil dan konsisten bagi semua lapisan masyarakat.

Prinsip hukum yang adil dan berkeadilan seharusnya berlaku setara bagi semua orang, tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau pengaruh. Semboyan "meskipun langit runtuh, keadilan harus ditegakkan" menjadi landasan ideal penegakan hukum. Semboyan ini menekankan pentingnya integritas dan independensi lembaga peradilan dalam menegakkan hukum tanpa intervensi dari pihak manapun. Keadilan, dalam konteks ini, bukan hanya tentang pemidanaan, tetapi juga tentang proses hukum yang adil, transparan, dan akuntabel.

Namun, realita di lapangan seringkali menyimpang dari idealisme tersebut. Faktor-faktor seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme di dalam sistem peradilan, lemahnya pengawasan, serta kurangnya akses keadilan bagi masyarakat miskin dan marginal, ikut memperburuk situasi. Kondisi ini menciptakan jurang pemisah antara hukum ideal dan hukum yang diterapkan dalam praktiknya.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan reformasi menyeluruh dalam sistem peradilan Indonesia. Reformasi ini harus mencakup peningkatan integritas dan independensi hakim dan aparat penegak hukum, penguatan pengawasan internal dan eksternal, serta peningkatan akses keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat. Transparansi dalam proses peradilan juga sangat penting untuk membangun kepercayaan publik.

Pentingnya pendidikan hukum bagi masyarakat juga tidak dapat diabaikan. Masyarakat yang memahami hak dan kewajibannya, serta mekanisme hukum yang berlaku, akan lebih mampu mengawasi dan menuntut pertanggung jawaban aparat penegak hukum.

Kesimpulannya, ungkapan, "hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas" merupakan kritik yang serius terhadap sistem peradilan di Indonesia. Untuk mewujudkan keadilan yang sesungguhnya, semboyan "meskipun langit runtuh, keadilan harus ditegakkan" harus di wujudkan dalam praktik, melalui reformasi menyeluruh dan komitmen bersama untuk menegakkan supremasi hukum. Hanya dengan demikian, kepercayaan publik terhadap sistem peradilan dapat dipulihkan dan rasa keadilan di masyarakat dapat terwujud. Tegas Sugiyono SE SH MH.

Perhatian di Kalangan Bisnis:

Statement terakhir Sugiyono, SE., SH., MH, "Kasus ini menjadi perhatian di kalangan pelaku bisnis, terutama karena melibatkan nominal yang cukup besar dalam transaksi antar perusahaan. Kasus ini menjadi pengingat bagi para pelaku usaha untuk lebih waspada dan berhati-hati dalam memilih rekan bisnis".

Laporan Farid Aswin terhadap Bob Jamal dan seorang oknum TNI berpangkat Kolonel Infanteri Haris Panca atas dugaan penipuan dan penggelapan dalam transaksi bisnis beras senilai Rp13,9 miliar menjadi sorotan. Kasus ini mengungkap pentingnya kehati-hatian dalam memilih rekan bisnis dan transparansi dalam transaksi antar perusahaan. Masyarakat luas menantikan perkembangan kasus ini dan berharap agar aparat penegak hukum dapat menuntaskan kasus ini dengan adil dan transparan.

(Agus)

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html