Warga Colo Muria Kudus Ngruri-uri Budaya Guyang Cekatak, Sebagai Wujud Syukur Kepada Sang Pencipta
KUDUS - Ratusan warga Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, menggelar tradisi unik dan menarik yakni; Tradisi Guyang Cekatak. Tradisi ini merupakan tradisi turun temurun yang dilakukan warga untuk meminta hujan kepada Allah SWT saat musim kemarau. Jum'at, 30 September 2024.
Tampak para tokoh agama bersama masyarakat lereng pegunungan Muria ramai-ramai mengarak Cekatak (pelana kuda) peninggalan sunan Muria. Prosesi tradisi Guyang Cekatak dimulai dari kompleks masjid dan makam sunan Muria menuju sumber mata air Sendang Rejoso yang letaknya tak jauh dari komplek makam.
Sesampainya di sumber mata air Sendang Rejoso Cekatak diguyang atau dimandikan kemudian para tokoh masyarakat menggelar Do'a bersama yang diikuti oleh ratusan masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas berkah yang dilimpahkan. Setelah acara selesai acara ditutup dengan makan bersama.
Mastur Ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid dan Makam Sunan Muria (YM2SM) menyampaikan, jika antusiasme masyarakat sangat tinggi ada sekitar 300-400 orang yang mengikuti tradisi ini.
”Pada awal acara, saya menghitung sekitar 200 orang yang berangkat, ditambah 150 orang yang membawa arak-arakan. Belum termasuk yang menunggu di lokasi Sendang Rejoso,” katanya.
Tradisi Guyang Cekatak dilaksanakan setiap puncak musim kemarau pada Jumat Wage. Kami sebagai generasi penerus berupaya untuk menguri-uri tradisi yang sudah turun temurun dilaksanakan masyarakat lereng gunung muria. Hal ini sebagai bentuk menghormati salah satu wali songo yang berhasil melakukan syiar Islam di tanah Jawa.
"Mata air Senang Rejosari konon katanya sebagai tempat wudlu sunan Muria dan sekaligus sebagai tempat memandikan kuda beliau, maka kita sebagai generasi penerus wajib nguri-uri budaya, tradisi ini harus tetap lestari yang pertama sebagai penghormatan, yang kedua untuk memberi informasi kepada generasi seterusnya," terangnya.
Lebih lanjut Mastur menambahkan, bahwa peserta acara berasal dari berbagai lapisan masyarakat, termasuk warga sekitar, tukang ojek, dan pelajar dari sekolah-sekolah di Kudus. Pedagang di sekitar Sunan Muria dan pihak perguruan tinggi juga turut serta dalam acara ini.
”Mereka semua hadir untuk memberi penghormatan kepada Sunan Muria melalui tradisi ini,” tambahnya.
Guyang Cekatak, yang dilaksanakan setiap musim kemarau, diisi dengan berbagai kegiatan simbolis, termasuk tawur cendol. Prosesi ini dilakukan untuk membersihkan sendang yang airnya menyusut selama musim kemarau.
”Cendol diletakkan dalam ember, kemudian dicampur dengan air dan dilakukan tawur cendol. Prosesnya mirip dengan menguras kolam, namun kali ini berbentuk cendol dalam ember,” jelas Mastur.
Mastur mengungkapkan keyakinannya tradisi ini sering diikuti dengan hujan.
”Tradisi ini biasanya diikuti dengan hujan dalam waktu dekat. Kami berharap hujan turun sesuai dengan jumlah cendol yang digunakan dalam tawur,” pungkasnya.
Sementara itu, Sofia salah satu warga Desa Colo yang mengikuti tradisi ini mengatakan, kegiatan ini mayoritas di ikuti oleh para pedagang, tukang ojek wisata Colo, dan seluruh masyarakat. Dimana mereka merasakan berkah dari keberadaan wisata religi Raden Umar Said (sunan Muria). Kemudian untuk acara makan bersama dimaknai sebagai bentuk rasa syukur dan ngalap berkah kepada Allah SWT.
"Kami disini ngalap berkah, setiap tahun pasti ikut, ini makan ramai-ramai tadi bawa sendiri dari rumah, ada juga yang disediakan disini, ini ada daging kambing juga," katanya.
(Luq)
0 Komentar