Tiga Emak-Emak Asal Kota Waringin Timur Mengadu Ke DPN GJL Di Jakarta, Atas Dugaan Kriminalisasi Yang Menimpa Suaminya
JAKARTA- Tiga ibu rumah tangga nekat pergi ke Jakarta untuk mengadukan nasib suami mereka yang merasa menjadi korban kriminalisasi yang saat ini ditahan di Polres Kotawaringin Timur, Polda Kalimantan Tengah.
Ketiga emak-emak tersebut adalahg Mega Muspita (30), Wati (34) dan Jamilah (40). Mereka tiba di Jakarta pada Senin (21/11/2022) sore, yang langsung mengadukan nasibnya ke kantor Sekretariat Gerakan Jalan Lurus (GJL) dan dilanjut ke kantor Redaksi KoranPagiOnline Group di kawasan Jembatan III, Pluit, Jakarta Utara.
Mereka menuturkan bahwa, suami mereka ditahan terkait aksi pemortalan jalan di kawasan perkebunan kelapa sawit pada bulan Juni 2022. Saat itu ada 12 petani sawit yang diperiksa oleh polisi.
Dalam kurun waktu beberapa pekan, proses penyidikan dilanjutkan kembali dan mereka dinaikkan statusnya menjadi tersangka dan diwajibkan lapor seminggu dua kali di Polsek setempat.
Namun tanpa disangka dan dinyana, ketiga suami emak-emak ini dipanggil ke polsek setempat. Selang beberapa saat datang 4 anggota dari Polres Kotawaringin Timur. Ketiga petani sawit ini diberitahukan bahwa kasusnya dilimpahkan ke polres dan ketiganya digelandang ke Kejaksaan Negeri. Begitu dari kejaksaan, ketiga tersangka disodorkan surat penahanan. Singkat cerita, ketiga petani sawit ini, sejak 10 Nopember 2022 langsung digiring ke Mapolres Kotawaringin Timur dan dijebloskan ke sel penjara. Pasalnya, ketiganya sudah dinyatakan P.21 dan kasusnya dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur.
Penyerahan tahanan pun dilakukan dan ketiganya menjadi tahanan titipan kejaksaan di Polres Kotawaringin Timur.
Mega Puspita menyayangkan tindakan pihak Lapas, alasannya, selama suaminya masuk sel tahanan, mereka tidak diijinkan menjenguk suaminya.
"Ngantar makanan juga cuma dititipkan di Pos Jaga, saya hanya diperbolehkan komunikasi lewat video call seminggu dua kali," ujar Mega.
Tak beda dengan nasib yang dialami oleh Wati dan Jamilah, namun ini lebih memprihatinkan. Bagaimana tidak? Mereka berdua tidak bisa menemui atau membezuk suaminya, bahkan tidak bisa melihat batang hidung suaminya, mereka hanya dibolehkan komunikasi dengan suaminya melalui video call, sedangkan untuk video call terkendala sinyal di tempat tinggalnya.
"Di tempat tinggal kami tidak ada signal, sehingga kami tidak bisa komunikasi, ketika mau bezuk pun kami diusir oleh petugas jaga, kok suami saya diperlakukan seperti teroris,.?!" keluh kedua emak-emak ini kepada tim redaksi KopiPagi.
Sementara itu menurut Edy yang mendampingi ketiga emak-emak ini bahwa tindak pidana yang disangkakan kepada ketiganya dinillai janggal. Penetapan pasal semula pasal 107 yang menyangkut perkebunan, tiba-tiba ada penambahan di pasal 368 dengan tuduhan pengancaman dan perampasan.
“Tak pasalnya yang mengada-ada, laporan lokasi aksi pemortalan juga tidak sesuai dengan titik lahan yang bermasalah, jadi laporannya dialihkan ke lokasi HGU, sementara soal lokasi atau titik pemortalan yang dipindahkan sebenarnya juga masih di lokasi lahan yang masih bersengketa di pengadilan, jadi saya menilai ada rekayasa dalam proses hukum ini”, ungkap Edy.
Kedatangan tiga emak-emak itu ke Jakarta, lanjut Edy, yakni untuk mencari keadilan terhadap suami mereka.
Js Leo Siagian yang menggawangi GJL Jabodetabek menyatakan akan mendampingi para korban dan akann ditindak lanjuti dengan segera mengadu ke Kemenko Polhukam, Kejagung, Komnas HAM dan Ka-Div. Propam Polri.
Di tempat yang sama, Leo langsung berkomunikasi dengan Ketum GJL, Riyanta SH,. Kepada pak Ketum & pak Sekjen GJL vuia sambungan telepon whatsapp. Kepada DPN GJL, Leo Siagian menjelaskan bahwa, penangkapan itu adalah merupakan penghinaan dan pelecehan terhadap Ormas GJL.
“Setelah saya membaca dan membahas kronologis kasus penangkapan "3 kader GJL" Kalteng, ketiganya adalah KSB GJL Kalteng, yaitu Arpikal, Amir Husin dan M Yasin, yang baru saja dikukuhkan oleh pak Ketum DPN GJL pada tanggal 7 Nopember 2022 yang lalu, sesuai penuturan mereka, saya berkesimpulan bahwa peristiwa yang sebenarnya, pada bulan Juni 2022, mereka bersama ratusan warga masyarakat, melakukan pemblokiran jalan di kebun klapa sawit, tapi justru mereka bertiga yang ditangkap polisi pada tgl 10 Nopember 2022, mereka baru saja dikukuhkan sebagai pengurus DPW GJL Kalteng, untuk itu Kader GJL tidak boleh diam, LAWAN...!!!”, tandas Leo Siagian.
Leo menghimbau kepada Kapolri & Jaksa Agung untuk mengusut dan menindak Kapolres dan Kajari Kotawaringin Timur itu. Menurut Leo, mereka layak dicopot/ diganti, karena mereka tidak mampu jadi pengayom dan pelindung rakyat kecil, bisanya cuma membela pengusaha yang berani bayar.
Sejak ketiganya ditangkap/ dijebloskan ke sel tahanan Lapas Kotawaringin Timur hingga saat ini, isteri mereka tidak boleh bertemu dan menjenguk suaminya di tahanan, mereka hanya boleh kirim nasi bungkus saja, itupun harus dititip di pos penjagaan, tidak boleh jumpa dengan suaminya.
“Seperti tahanan teroris saja’, ujar Leo Siagian yang mantan aktivis Eksponen Angkatan '66 itu.
“Kita harus melawan kesewenang-wenangan oknum aparat penegak hukum!, jangan didiamkan!”, pungkas Leo yang juga sebagai Korwil Sumatera DPP Sedulur Jokowi itu.
(Sumadi)
0 Komentar