Pemilu Sarana Pemersatu Dan Integrasi Bangsa, Jangan Sampai Menyisakan Gesekan Dan Konflik Sosial
PATI, JAWA TENGAH- Alwan Ola, Direktur JPPR (Jaringan Pendidikan Pemiilih Untuk Rakyat) pemantau Pemilu hadir sebagai narasumber dalam sosialisasi dan pendidikan Pemilu Serentak Tahun 2024, yang diselenggarakan oleh Riyanta, S.H., M.H, anggota MPR/ DPR-RI komisi II Dapil Jateng 3, Jum'at, 23/9/22.
Selain itu, hadir pula bakal calon DPR-D II Pati, Jaza Khoirul Sofyan untuk dapil IV, para kepala desa se-kecamatan Winong dan tamu undangan yang mencapai 80 pserta yang memenuhi ruang Sosialisasi.
Kegiatan yang dipandu oleh Haji Hedy Rahmad, S.I.Kom., C.M., M.H. ini dipusatkan di Kantor Balai Desa Desa Winong, Kecamatan Winong Kabupaten Pati, mulai pukul 13.30 Hingga pukul 15.30 wib.
Pada kesempatan tersebut, Alwan Ola menjelaskan bahwa KPU memiliki tugas melayani peserta pemilu dan calon pemilih.
Menurutnya, bahwa Pemilu bukan hanya sebatas sarana untuk mendapatkan kursi, tapi lebih sebagai pesan integrasi bangsa.
Pemilu 2024 ini merupakan Pemilu ke 13 sejak berdirinya NKRI, dan merupakan pemilu ke 6 pasca revormasi.
Pemilu yang berlangsung selama ini dan akan kita Songsong pada 14 Februari 2024 nanti, tidak terlalu banyak mengalami perubahan dari tahun-tahun sebelumnya. Tak ada revisi Undang-undang, secara regulasi sama. Secara teknis sama. Mulai masuk di TPS sampai dengan keluar prinsipnya sama.
Hanya saja bedanya pemilu sekarang selain pilih legislatif juga sekaligus pilih presiden. Kemudian nanti pada bulan September di tahun yang sama, dilaksanakan Pilkada serentak, baik Bupati maupun Gubernur.
Pada pemilu tahun ini, masa kampanye dibatasi maksimal 75 hari. Hal ini dikarenakan bahwa masa kampanye yang terlalu panjang melahirkan polarisasi dan Konflik sosial.
Ada 4 komponen dalam pemilu, yaitu peserta Pemilu, Pemilih, Penyelenggara Pemilu, dan Pemantau Pemilu. Untuk itu laksanakan sesuai perannya dengan baik.
Kendala dalam pelaksanaan pemilu antara lain adalah Many politik, black campaign dan politik Identitas.
Sebagai indikator suksesnya Pemilu bagi Bawaslu diukur dari seberapa banyak pelanggaran terreduksi,
"Buta paling buruk adalah buta politik, ini berpotensi jadi korban politik, untuk itu, jangan golput, pasalnya, kita nyoblos atau tidak, mereka tetap duduk di kursi parlemen", tegas Ola.
"Demokrasi menyisakan konflik, gesekan, karena ini produck barat, namun karena Pemilu adalah sebagai integrasi bangsa, maka harus tetap dilaksanakan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat", tandasnya.
Ketika ditanyakan perihal pendamping bagi pemilih lansia atau disabilitas, Alwan Ola menjelaskan, "Mendampingi keluarga mencoblos di TPS itu boleh, asal ada kuasa, tapi hanya boleh mengantar sampai di luar bilik, tidak boleh turut masuk di dalam bilik, demi menjaga kerahasiaan pemilih", papar Ola.
Sedangkan Riyanta, S.H., M.H, anggota MPR/ DPR-RI komisi II Dapil Jateng 3, Dia memaparkan bahwa,
"Pemilu sebagai sarana untuk perebutan kekuasaan politik, bukan hanya sekedar memperoleh kursi di legislatif, tetapi sebenarnya lebih kepada bagamana membangun NKRI", papar Riyanta.
"Tugas seorang Legislator itu mulia, yaitu membangun sistem pemerintahan menuju cita-cita bangsa sesuai pembukaan UUD 45, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, hindari disintegrasi bangsa, Pemilu bukan hanya proses seremonial, tetapi harus kita maknai sebagai proses pembangunan bangsa, terbangun sinergitas kepada semua elemen bangsa agar pemilu sukses", pungkas Riyanta.
(Sumadi)
0 Komentar