Mengutip Ungkapan Terkenal William Shakespeare “Apalah Arti Sebuah Nama?” Bagi Sirkuit Balap di Jepara.


JEPARA – pertapakendeng.com Nama merupakan penanda identitas yang paling utama pada seseorang, tempat, dan bangunan.

Nama 'Dian Rakashima’ yang akan disematkan sebagai sebuah nama sirkuit balap Jepara, masih relevan dengan ungkapan terkenal dari  William Shakespeare  "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet," kata William Shakespeare (26 April 1564-23 April 1616), pujangga terbesar Inggris, yang artinya kurang lebih, “Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi.” Dikutip dari beberapa sumber.


Pada saat Bupati Jepara Ahmad Marzuqi sebagai inspektur upacara HUT Ke-469 Kabupaten Jepara, di Alun-alun Jepara, Selasa,  10 April 2018, seperti yang dilansir jepara.go.id., memberikan  tujuh nama tokoh bersejarah dari Jepara yang telah berkontribusi besar bagi pembangunan daerah dan nasional diabadikan menjadi nama ruang rapat atau pertemuan di lingkungan Pemkab Jepara.


Ketujuh tokoh itu, yakni Kartini menjadi nama baru dari Pendapa Kabupaten, Kalinyamat menggantikan Pendapa Alit, Shima menggantikan nama Gedung Serbaguna, Sosrokartono dan Ngasirah menggantikan nama Ruang Rapat I dan II Setda Jepara, Sultan Hadlirin mengganti nama Aula OPD Bersama dilantai 3, dan Sosroningrat mengganti nama ruang Peringgitan.


Membahas hal penamaan sirkuit balap di Pakis Aji, Jepara, kita membaca bahwa mengenai peraturan penamaan jalan, masih menggunakan peraturan daerah masing-masing. Sebagaimana pernah diulas dalam artikel yang berjudul Seragam, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., mengatakan pola penamaan jalan di seluruh Indonesia saat ini belum jelas sehingga kerap dilakukan dengan cara berbeda-beda.


Selama ini, penamaan jalan diserahkan kepada tiap-tiap pemerintah daerah karena belum ada aturan dari pemerintah pusat. Akibatnya, nama tokoh daerah yang bukan pahlawan nasional cenderung diutamakan menjadi nama jalan daripada nama pahlawan. Nama jalan cenderung politis daripada historis. Karena itu, perlu ada aturan nasional untuk menyeragamkan pola penamaan jalan di Tanah Air. Demikian penilaian pakar hukum tata negara, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., dan pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI). Sumber: m.mediaindonesia.

 

Lebih lanjut, Jimly mengatakan bahwa di seluruh Indonesia, tak ada pola aturan dalam penamaan jalan. Di beberapa daerah hal tersebut bergantung pada wali kota atau bupati. Di tempat lain ditentukan oleh gubernur. Dan, ada juga yang harus memperoleh izin dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terlebih dahulu.


Mengingat bahwa penabalan nama seseorang menjadi nama jalan bisa atas usulan perseorangan, kelompok organisasi, atau inisiatif Pemda Kabupaten Jepara sendiri. Permohonan tersebut bisa diajukan secara tertulis dan ditujukan kepada Bupati. Nantinya usulan tersebut akan dinilai oleh tim Badan Pertimbangan Pemberian Nama Jalan, Taman, dan Bangunan.

Penetapan nama jalan juga bisa didasarkan atas sifat promosi nama yang dipilih, mudah dikenal masyarakat, dan tidak bertentangan dengan kesopanan dan ketertiban umum.

Eko / Red.

0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html