Mari.! Kedepankan Non Justifikasi dan Asas Praduga Tak Bersalah Dalam Kasus Petinggi atau Kades di Jepara Ketika Terjerat Kasus Hukum.
JEPARA – Kasus yang sedang menjadi hot news atau santer menjadi pembicaraan khalayak ramai di wilayah Kabupaten Jepara dan menjadi trending topic adalah kasus penganiayaan yang menimpa korban bernama A umur 25 tahun di sebuah lokasi hotel di desa Kecapi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Korban diduga menjadi korban penganiayaan oleh seorang oknum petinggi atau kepala desa berinisial MS di wilayah Kabupaten Jepara.
Saat ini korban sudah melaporkan ke Polres Jepara dengan pihak terlapor adalah oknum petinggi atau kepala desa tersebut, dengan laporan penganiayaan.
Berdasarkan informasi dari beberapa portal berita online / daring, kasus ini masih dalam proses penyelidikan oleh pihak berwajib. Namun opini yang berkembang seolah-olah terjadi trial by the press / peradilan oleh pers dalam kemasan pemberitaan media.
Dalam pemberitaannya pers diatur oleh undang-undang agar lebih bertanggung jawab dalam memberitakan kasus-kasus, namun tidak jarang juga kasus yang diberitakan terlalu vulgar, sehingga dapat menyebabkan personal yang diberitakan merasa dirugikan oleh pemberitaan yang terus menerus dan bahkan terkadang belumlah nyata sebagai tersangka ataupun terdakwa, tapi berita sudah terlanjur mencuat dan seakan-akan telah menghakimi dan mengadili personal, sehingga bukan saja personal tersebut dicemarkan atau dirugikan. Bahkan, keluarganyapun ikut menanggung malu dan dirugikan dari pemberitaan yang telah beredar.
Harapan kedepannya, media dalam memberikan berita jangan berlebihan dan haruslah lebih berhati-hati dan menghormati hak asasi manusia dan asas praduga tak bersalah.
Sedangkan dalam suatu tatanan negara demokrasi dimana kekuasaan berada di tangan rakyat, maka kebebasan berpendapat atau berekspresi di muka umum merupakan bagian penting yang harus di lindungi oleh negara dan merupakan hak asasi setiap manusia.
Namun kebebasan berpendapat atau berekspresi memang tidak hanya memiliki dampak baik (positif), namun tidak sedikit juga berdampak buruk (negative), salah satunya yaitu munculnya istilah peradilan oleh pers (trial by the press).
Tentu saja ini bertentangan dengan salah satu asas hukum pidana yaitu asas praduga tak bersalah (presumption of innocence). Dimana substansi dari asas ini, bahwasanya setiap orang dianggap tidak bersalah hingga jatuhnya putusan hakim pengadilan yang berkekuatan tetap (inkracht) yang menyatakan bahwa dirinya terbukti bersalah.
Mari kita hormati dan pertimbangkan Asas praduga tidak bersalah yang merupakan asas umum hukum acara, karena diatur dalam UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Sebagai asas hukum umum, maka asas praduga tidak bersalah berlaku terhadap semua proses perkara baik perkara pidana, perkara perdata, maupun perkara tata usaha negara.
Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah, sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap (Pasal 8 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 selanjutnya disebut sebagai UU Kekuasaan Kehakiman). Ketentuan ini, dikenal dengan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), yang menginginkan agar setiap orang yang menjalani proses perkara tetap dianggap sebagai tidak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan kesalahannya. ( Sumber : dinamikahukum).
Sebagai asas fundamental dalam hukum pidana, asas praduga tidak bersalah berkaitan erat dengan masalah pembuktian.
0 Komentar