Aparat Penegak Hukum Wajib Lebih Bijak Tangani Kasus Produk PERS Bukan Keranah Pidana.

 



oleh Ajipatigunawan

Pertapa kendeng.com, Rabo, 29 September 2021,

JAKARTA- Sebagai negara Demokrasi yang memiliki 4 pilar yakni mulai dari Ekskutif, Legislatif,Yudikatif dan PERS, adalah merupakan pilar dalam menjalankan roda pemerintahan.

Nach PERS sebagai pilar ke 4 berfungsi dalam pengawasan, pengontrol bahkan pengkritisi penyelenggara pemerintah.

 Tak sedikit faktanya pekerja Pers berakibat tragis, gegara tulisannya, Pers mengalami berbagai kekerasan, dikriminalisasi, hingga pembunuhan. Wajib dipahami oleh semua pihak bahwa tulisan berita wartawan yang dihasilkan oleh produk Pers tidak bisa dipidanakan, sesuai ketentuan UU no 40 tahun 1999, serta mengacu MOU antara Dewan Pers dan Kapolri no 2/DP/MoU/2017. Ini adalah fakta regulasi yang semua wajib dipahami, bukan memakai aturan main sendiri.

Sebagai contoh kejadian di Pati, Jepara serta Semarang Jawa tengah. Salah seorang oknum Satpol PP yang berwatak seperti maling bahkan rampok memasuki rumah warga tanpa ijin, akibat perilakunya itu, mulai dari oknum camat, kepala Satpol PP sampai Bupati justru berdiam diri, tak mau menindak justru melindungi oknum tersebut. Endingnya, viralnya berita di 35 media online dari lokal sampai Nasional membuat para oknum penikmat uang dari pajak rakyat itu justru seperti jenggotnya terbakar, tidak terima dan sangat gobloknya para oknum itu justru mengkriminalkan jurnalisnya kepada polisi selaku penyidik, agar diproses hukum? Hal itu tidak menunjukan sikap waras dalam memahami aturan hukum.

Ada juga di Semarang Jawa tengah, seorang oknum Kepala Satpol-PP kota Semarang menantang wartawan saat liputan, kemudian diberitakan, apa yang didapat? Oknum itu berniat busuk mengkriminalkan tulisan wartawan.

Pertanyaannya adalah, apa yang terjadi jika suatu negara tanpa ada lembaga atau perorangan yang mengontrol, mengkritisi hingga mengawasi penyelenggaranya?.


Kini yang baru hangat, serta viral di dunia Maya adalah saat tulisan wartawan Sulawesi daerah Toli Toli, dari Media Skandal terbitan Ibukota dilaporkan di Kepolisian Resort (Polres) Toli-toli. Dari tulisan produk Pers itu pihak penegak hukum selaku penyidik diharapkan mentaati ketentuan yang tertuang di dalam “Nota Kesepahaman Antara Dewan Pers Dengan Kepolisian RI No: 2/DP/MoU/II/2017 tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan "Profesi Wartawan".


Apalagi atas tindakan Ketua Dewan Adat Kabupaten Toli-toli, Drs. H. Ibrahim Saudah, MBA, Ph.D dan Ketua TIM Lembaga Matangguak (LAM),  Rahmat yang melaporkan Hasanudin Lamatta alias Udin Lamatta (UL) ke Polres Toli-toli (22 September 2021), terkait pemberitaan di online Tabloidskandal.com bertajuk “Mantan Bupati Toli-toli, Ale Bantilan Disorot Lagi : AWAS, PROYEK ILEGAL MASUKI RUMAH RAJA DI LAHAN RAMPASAN?”


Menurut Aji wartawan yang sering kena kriminalisasi, mempersilahkan pengadu masyarakat kepada polisi terkait pemberitaan yang ditayangkan pada media online. “Mengadu ke polisi adalah hak setiap warga negara dalam penegakan hukum pada ranah keadilan. 

Sekali lagi yang wajib diingat adalah, perselisihan soal berita produk jurnalistik, tidak serta merta polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan.

UU PERS 1999 Pasal 4 ayat (2) serta Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Kepolisian sudah jelas disebutkan, "bahwa  jika pihak Kepolisian mendapat pengaduan tentang perselisihan/sengketa antara wartawan/media dengan masyarakat,sebaiknya bersaran kepada pengadu agar terlebih dahulu menempuh hak jawab, hak koreksi dan mengadu ke Dewan Pers, itu adalah mekanisme yang harus dilakukan bagi pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, bukan langsung dihakimi keranah pidana?.


Jika persoalan terkait hak jawab, hak koreksi sudah dilaksanakan pihak management redaksi dari perusahaan itu sifatnya sudah selesai. Jadi tidak ada masalah lagi terkait berita, dan memang UU pers no 40.1999 dan MoU Dewan pers dengan Kapolri wajib selalu disosialisasikan ,agar para pihak melek mata dan hatinya memahami dengan hati dari Regulasi itu, sehingga tidak punya tafsir gagal paham pada mekanisme UU pers.

Mestinya polisi melakukan koordinasi dengan Dewan Pers atas pengaduan dugaan tindak pidana Terkait apakah ada unsur pidana atau pelanggaran Kode Etik Jurnalistik.seperti Pasal 5 ayat (2) Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Kepolisian.”

Selanjutnya hak jawab,itu Sebagaimana ketentuan Pasal 5 ayat (2) dan (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). contohnya saja

“Hak jawab telah ditayangkan Tabloidskandal.com pada 5 Mei 2021 bertajuk: “Gara-Gara Berita Awas Proyek Ilegal Masuki Rumah Raja di Lahan Rampasan Ketua Dewan Adat dan Panglima Berikut Raja Tolitoli, Alex Bantilan Somasi Tabloidskandal.


Materi hak jawab, lanjutnya, mengacu pada Surat Somasi Dewan Adat Kabupaten Tolitoli  tertanggal 3 Mei 2021, dan ditandatangani Ketua Adat tolitoli, Drs. Ibrahim Saudah, MBA, PhD; Raja Tolitoli, Moh. Saleh Bantilan, SH, MH dan Panglima Adat Tolitoli, Zaharman yang dialamatkan kepada Tabloidskandal.Hal ini mengingat, yang dipersoalkan Surat Somasi terkait berita yang tayang pada 28 April 2021 berjudul: “Mantan Bupati Tolitoli, Ale Bantilan Disorot Lagi : AWAS, PROYEK ILEGAL MASUKI RUMAH RAJA DI LAHAN RAMPASAN?”. Naah sebagai pembaca /nitizen wajib memahami dari tulisan produk produk jurnalistik mulai dari kalimat tata bahasa,dan tanda tanya   pada kalimat yang bukan diartikan menghakimi seseorang wartawan,sebab tulisan wartawan itu sendiri adalah mengkritisi yang disajikan kepada masyarakat dengan kalimat ataupun judul berita bertanya kepada publik,endingnya adalah yang menilai juga publik,namun tak sedikit juga para pihak yang ditulis beritanya kebakaran jenggotnya,hal itu berprinsip pada tugas investigasi seorang wartawan yang mendapatkan data dan fakta dilapangan kemudian dikonfirmasikan pihak bersangkutan hingga berita itu muncul dan disebarluaskan.

Apa yang salah dengan tugas wartawan?(penulis adalah wartawan dari lintas media online pemerhati jurnalis dan sosial )


0 Komentar

bumdes
Redaksi https://www.pertapakendeng.com/2023/02/redaksi.html