Opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah
WTP dan Korupsi
Oleh: Rahmatullah *)
Opini audit Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK atas Laporan Keuangan PPemerintahmenjadi keinginan para pengelola keuangan pemerintah. Para Pimpinan Kementerian/Lembaga, Gubernur, Bupati, dan Walikota, setiap tahun berusaha untuk memperoleh memperoleh opini tersebut, termasuk pemerintah daerah di Kalimantan Utara. BPK Perwakilan Kalimantan Utara dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2019 telah mengeluarkan opininya, yaitu seluruh pemerintah daerah memperoleh opini WTP. Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, Pemerintah Kota Tarakan, Pemerintah Kabupaten Bulungan, Pemerintah Kabupaten Nunukan, Pemerintah Kabupaten Malinau, dan Pemerintah Kabupaten Tana Tidung. Sebuah prestasi membanggakan tentunya karena seluruh pemerintah daerah di wilayah Provinsi Kalimantan Utara memperoleh opini WTP dari BPK.
Di satu sisi, terdapat kementerian/lembaga atau pemerintah daerah yang telah mendapatkan opini WTP, tetapi korupsi masih terjadi pada kementerian/lembaga atau pemerintah daerah tersebut. Tidak sedikit pula yang terjaring operasi tertangkap tangan (OTT) oleh penegak hukum.
Jenis dan Arti Opini Audit BPK
Dalam rangka pemeriksaan keuangan pemerintah, BPK melakukan assesment terhadap kewajaran informasi yang tercantum dalam Laporan Keuangan dan memberikan opini audit. Empat jenis opini audit BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Wajar (TW) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP).
Opini WTP berarti laporan keuangan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, informasi keuangan entitas sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). WDP adalah laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, informasi keuangan entitas sesuai dengan SAP, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. TW berarti bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar informasi keuangan entitas sesuai dengan SAP. Sementara itu, opini TMP ini dikeluarkan ketika auditor tidak puas akan seluruh laporan keuangan yang disajikan dan tidak dapat meyakinkan dirinya bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah disajikan secara wajar atau auditor merasa tidak independen. Dari empat opini diatas, opini WTP merupakan opini yang terbaik.
Kriteria Opini Audit BPK
Sesuai ketentuan, terdapat 3 (tiga) pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dapat dilakukan oleh BPK sebagai supreme auditor, yaitu pemeriksaan keuangan, kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Masing-masing pemeriksaan tersebut mempunyai tujuan yang berbeda, dimana pemeriksaan keuangan dilakukan atas laporan keuangan untuk memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan.
Sesuai UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan atas Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara, bahwa opini merupakan pernyataan profesional keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria yaitu kesesuaian dengan SAP, kepatuhan terhadap peraturan perundangan, efektivitas sistem pengendalian internal dan kecukupan pengungkapan (adequate disclosures).
Pertama, BPK harus memastikan pencatatan angka-angka antara lain pendapatan, belanja, pembiayaan, aset, hutang dan ekuitas dalam laporan keuangan sesuai dengan SAP. Kesesuaian dimaksud termasuk definisi, pengakuan dan pengukuran nilai rupiah suatu transaksi.
Kedua, dari sisi kepatuhan terhadap ketentuan perundangan, BPK harus melakukan pemeriksaaan terhadap pelaksanaan anggaran dan pengelolaan aset dengan melihat kesesuaiannya terhadap ketentuan perundangan. Misalnya, pengadaan barang jasa harus dipastikan sesuai dengan ketentuan yang mengatur pengadaan barang jasa, pelaksanaan perjalanan dinas pegawai harus sesuai dengan ketentuan perjalanan dinas termasuk besaran rupiahnya.
Ketiga, terkait dengan Sistem Pengendalian Intern (SPI), BPK harus memeriksa efektivitas sistem pengendalian intern dalam pengelolaan keuangan/aset. SPI bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian penyelenggaraan pemerintahan, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset dan ketaatan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, SPI yang efektif selayaknya akan memastikan tercapainya program pembangunan dengan baik dan mencegah fraud atau korupsi.
Keempat, untuk menjaga transparansi pengelolaan keuangan, BPK juga harus memastikan seluruh informasi penting yang terkait dengan pengelolaan keuangan telah diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Transparansi tersebut sangat penting agar pengguna laporan keuangan memahami secara utuh laporan keuangan.
Di samping 4 (empat) kriteria di atas, dalam melakukan pemeriksaannya, BPK berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). SPKN tersebut berisikan antara lain prinsip-prinsip pemeriksaan keuangan negara, Standar Umum Pemeriksaaan, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan dan Standar Pelaporan Pemeriksaaan. Artinya, secara profesi, pemberian opini BPK dilakukan sesuai due proses yang berlaku umum dan dilakukan secara profesional.
WTP dan Korupsi
Berdasarkan penjelasan di atas, maka opini WTP diberikan dengan kriteria yang jelas dan pemeriksaan dilakukan sesuai standar pemeriksaan keuangan (best practices). Opini WTP diberikan untuk menunjukkan kewajaran informasi laporan keuangan bukan secara spesifik untuk menyatakan bahwa entitas yang mendapatkan opini WTP telah bebas dari korupsi. Namun yang jelas, jika suatu entitas mendapatkan opini WTP, selayaknya tata kelola keuangan entitas tersebut secara umum telah baik. Walaupun demikian, menjadi sangat menarik untuk memahami bagaimana peran opini pemeriksaan atas Laporan Keuangan terhadap pemberantasan korupsi.
Para ahli menyatakan banyak faktor yang dapat menyebabkan korupsi. Salah satu teori yang cukup populer adalah Gone Theory, yang menyatakan bahwa terdapat empat faktor utama penyebab terjadinya korupsi. (1) Greeds (keserakahan), terkait dengan perilaku maupun karakter individu; (2) Opportunities (kesempatan), terkait dengan keadaan instansi, sistem dan situasi sehingga memunculkan kesempatan atau peluang bagi seseorang untuk mudah melakukan kecurangan; (3) Needs (kebutuhan), terkait dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh individu untuk menunjang hidup; (4) Exposures (pengungkapan), terkait dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila diketahui melakukan kecurangan.
Melihat teori tersebut, dikaitkan dengan laporan keuangan yang beropini WTP, terdapat dua faktor penyebab korupsi yang dapat diminimalkan, yaitu Opportunities dan Exposures.
Pertama, laporan keuangan yang beropini WTP berarti telah disusun sesuai SAP, melalui sistem dan prosedur yang baik termasuk pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan keuangan, pencatatan, dan penatausahaan bukti-bukti transaksi. Disamping itu, dengan opini WTP, kehandalan SPI entitas yang bersangkutan telah berjalan dengan baik sehingga tujuan SPI telah tercapai berupa efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan dan pengelolaan keuangan, pengamanan aset serta ketaatan terhadap ketentuan perundangan. Hal ini mempersempit peluang atau kesempatan (opportunities) bagi pegawai/pejabat untuk melakukan korupsi.
BPK selain memberikan opini, juga menyampaikan hasil pemeriksaannya secara terperinci dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Pada LHP diungkapkan semua permasalahan yang ditemui BPK dan menjadi exposures bagi entitas termasuk pejabat dan pegawai yang melakukan peyimpangan pengelolaan keuangan negara. Hal ini dapat menjadi bukti awal penyelidikan lebih lanjut oleh aparat penegak hukum, apabila ditemukan indikasi tindak pidana yang merugikan keuangan negara.
Secara umum, dapat dianologikan bahwa Laporan Keuangan yang beropini WTP ibarat pagar dan rumah yang dibangun sekokoh mungkin untuk menghindari terjadinya pencurian. Pagar rumah yang kokoh tersebut membuat ruang gerak pencuri semakin kecil peluangnya. Namun demikian, bukan berarti pencuri tidak dapat memasuki rumah tersebut.
Opini WTP bukanlah akhir perjuangan
WTP bukanlah tujuan akhir dari pengelolaan keuangan. Predikat tersebut justeru menimbulkan konsekuensi bagi pemerintah untuk mengkolerasikannya dengan peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu, pemerintah harus bekerja keras meningkatkan pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel demi sebesar-besarnya kepentingan rakyat.
(Tulisan ini merupakan opini pribadi, tidak mencerminkan kebijakan organisasi)
*) Penulis adalah Kepala Subbag Umum
pada KPPN Tanjung Selor
0 Komentar