APH Tak Tegas, Pelaku Tambang Galian C Perusak Lingkungan Makin Mengganas
Pertapakendeng.com, PATI- 21/8/2021, Ketegasan Aparat Penegak Hukum (APH) Polres Pati dalam menangani para perusak lingkungan yang meraja lela sangat diperlukan. Hanya saja ini menjadi ujian dan tantangan, beranikah mereka tampil sebagai aparat yang benar melaksanakan amanat Undang-Undang, atau hanya sekedar datang, duduk, diam, salaman, kemudian pulang?
Tak sedikit tindakan dari Aparat Penegak Hukum (APH ) Polres Pati, menutup galian C yang dilakukan terhadap pihak-pihak yang mencari keuntungan tanpa memperhatikan lingkungan. Sayangnya penutupan ini tidak berlaku sama pada pelaku tambang ilegal secara umun yang beroperasi di hukum Polres Pati.
Dalam penelusuran pertapakendeng.com, masih menemukan adanya galian C yang melenggang bebas mengoperasikan alat berat di lahan tegalan bekas tanaman tebu.
Desa Suwaduk misalnya, meski banyak pelaku tambang yang lain sudah dihentikan oleh petugas, namun galian C yang masuk di wilayah Kec. Wedarijaksa, Kab. Pati ini masih tetap beroperasi tanpa peduli bahwa apa yang mereka lakukan itu, selain merusak alam, masyarakat setempat juga sangat merasakan kerugian akibat dampak yang ditimbulkan galian C tersebut.
Akhirnya muncul kecemburuan sosial di antara sesama pelaku tambang yang diduga ilegal. Pertanyaan yang muncul adalah, kenapa yang lain dihentikan paksa sementara galian C yang ada di Suwaduk ini seolah diistimewakan tanpa tersentuh hukum.
Masyarakat berharap agar APH benar tegas menegakkan hukum, jangan pandang bulu dan jangan tebang pilih. Pertanyaannya, ada apa di balik KD, warga desa Suwaduk yang melakukan kegiatan tambang tanpa izin resmi, seolah- olah tenang tanpa beban gak ada yang berani menutup usahanya.
Sedangkan satu wilayah desa Suwaduk, di sebelah barat kampung terdapat beberapa alat berat yang siap dioperasikan.
Dari informasi yang dihimpun pertapakendeng, masyarakat pada mengeluh banyak jalan yang rusak akibat dampak armada yang lalu lalang melebihi tonase (over kapasitas).
Sehingga dampak kerusakan jalan tidak bisa dielakkan lagi. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab, karena tambang ilegal itu praktis tidak ada kontribusi pada pemerintah, sehingga retribusi untuk perbaikan jalanpun tidak ada. Otomatis warga setempat sangat dirugikan karena jalan yang merupakan fasilitas umum menjadi rusak tanpa ada yang bisa dimintai pertanggungjawaban.
Untuk itu diperlukan penertiban dan ketegasan dari aparat penegak hukum.
Sementara kegiatan penambangan dimana pelakunya tidak memiliki izin, maka perbuatannya merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 158 UU Pertambangan yang biasa disebut dengan Undang-Undang Minerba berbunyi:
Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).
Reporter: tim
0 Komentar